TDBC – Pada Senin, 13 Januari 2025, euro jatuh di bawah ambang batas signifikan 1,02 dolar AS, mencapai level terendah baru sejak akhir November 2022.
Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) menetapkan nilai tukar acuan untuk euro terhadap dolar AS pada 1,0198, mencerminkan tren penurunan berkelanjutan dari mata uang tunggal Eropa tersebut.
Para analis pasar kini memperingatkan bahwa penurunan ini berpotensi berlanjut, dengan euro mungkin akan menguji kembali level terendah yang tercatat sepanjang tahun 2022, yaitu di bawah paritas dengan dolar AS.
Tren pelemahan euro ini semakin memperburuk ketidakpastian ekonomi yang sedang dihadapi oleh zona euro, yang semakin terpengaruh oleh berbagai faktor eksternal dan domestik.
Salah satu faktor utama yang mendukung penguatan dolar AS adalah data ketenagakerjaan yang lebih kuat dari perkiraan di Amerika Serikat.
Laporan terbaru menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di AS tetap rendah, dengan penciptaan lapangan kerja yang solid.
Data ini memperkuat sentimen positif terhadap ekonomi Amerika Serikat dan meningkatkan permintaan terhadap dolar AS sebagai aset yang dianggap lebih aman di tengah ketidakpastian global.
Kekuatan dolar AS ini semakin tercermin dalam perbandingan dengan mata uang global lainnya, termasuk euro, yang terus menunjukkan tanda-tanda kelemahan.
Beberapa analis menyebutkan bahwa euro kemungkinan akan terus berada dalam tekanan, terutama jika data ekonomi Amerika Serikat tetap menunjukkan kekuatan.
Goldman Sachs Group, dalam laporan terbarunya, bahkan merevisi proyeksi jangka pendek untuk euro, dengan memperkirakan bahwa mata uang tersebut bisa jatuh lebih dalam, bahkan mungkin turun di bawah paritas terhadap dolar AS dalam waktu dekat.
Mereka mengestimasikan bahwa nilai tukar euro dapat turun hingga mencapai 0,97 dolar per euro, sebuah prediksi yang mengindikasikan potensi penurunan lebih lanjut dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Sementara itu, ekonomi zona euro menghadapi berbagai tantangan, termasuk inflasi yang masih tinggi, ketegangan geopolitik yang meningkat, serta ketergantungan pada pasokan energi yang rentan terhadap gangguan.
Semua faktor ini memberikan tekanan tambahan pada euro, yang sudah berjuang mempertahankan daya saingnya di pasar global.
Dengan proyeksi penurunan lebih lanjut, pasar akan terus memantau perkembangan ekonomi AS dan Eropa, terutama dalam konteks kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Sentral Eropa dan Federal Reserve.
Keputusan-keputusan yang akan datang dari kedua bank sentral ini, termasuk apakah mereka akan mengubah suku bunga atau meluncurkan kebijakan stimulus tambahan, akan sangat mempengaruhi arah pergerakan mata uang kedua belah pihak, serta kestabilan ekonomi global secara keseluruhan.