TDBC – Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan bahwa platform digital yang gagal menghapus konten pornografi anak dalam waktu maksimal 4 jam setelah menerima laporan akan dikenakan denda administratif besar dan sanksi lainnya.
Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi anak-anak dari dampak negatif dunia maya dan memastikan bahwa platform digital menjalankan tanggung jawab moralnya terhadap generasi mendatang.
“Melindungi anak-anak dari dampak negatif internet adalah prioritas utama. Tidak ada toleransi bagi platform yang lalai. Ini bukan hanya soal regulasi, tapi tanggung jawab moral terhadap masa depan generasi muda,” ujar Meutya dalam rilis pers, Senin.
Pernyataan ini disampaikan setelah pelantikan pejabat pimpinan tinggi madya, pratama, dan jabatan fungsional utama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tahun 2025 yang digelar di Media Center Gedung Kementerian Komdigi, Jakarta Pusat, Jumat (31/1).
Keputusan Menteri Kominfo Nomor 522 Tahun 2024
Kebijakan ini berlandaskan pada Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 522 Tahun 2024, yang mengatur kewajiban penyelenggara sistem elektronik user-generated content (PSE UGC) untuk segera menghapus konten yang melanggar aturan dalam jangka waktu tertentu.
Menurut aturan ini, untuk konten yang mengandung pornografi anak dan terorisme, platform digital harus melakukan penghapusan dalam waktu maksimal 4 jam setelah pemberitahuan diterima.
“Ini adalah langkah penting untuk memastikan respons cepat terhadap konten yang berpotensi membahayakan keselamatan publik dan moralitas anak di ruang digital. Kami berkomitmen menciptakan ruang digital yang aman dan bebas dari ancaman,” tegas Meutya.
Menghapus Konten Negatif Lainnya
Selain pornografi anak dan terorisme, pemerintah juga menargetkan penghapusan konten negatif lainnya yang melanggar hukum, seperti pornografi (selain pornografi anak), perjudian, aktivitas keuangan ilegal (termasuk investasi ilegal, teknologi finansial ilegal, dan pinjaman online ilegal), serta produk ilegal di bidang makanan, obat, dan kosmetik.
Kebijakan ini berlaku untuk PSE UGC yang berada di lingkup privat, sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kominfo Nomor 522 Tahun 2024.
Pengenalan SAMAN untuk Pengawasan dan Penegakan Sanksi
Sebagai bagian dari upaya memperkuat pengawasan terhadap moderasi konten, Pemerintah telah meluncurkan SAMAN (Sistem Administrasi Sanksi), yang merupakan sistem pencatatan dan dokumentasi sanksi administratif berupa denda bagi PSE UGC yang tidak mematuhi regulasi tersebut.
“SAMAN adalah bukti komitmen kami untuk menjaga ruang digital tetap sehat dan aman, terutama bagi anak-anak. Dengan adanya sanksi tegas, kami yakin platform akan lebih bertanggung jawab dalam mengelola konten,” tambah Meutya.
Data dan Isu Keamanan Digital Anak
Laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa antara tahun 2021 hingga 2023 terdapat 481 kasus anak menjadi korban pornografi dan kejahatan siber.
Sementara itu, UNICEF mencatat bahwa 1 dari 3 anak di dunia pernah terpapar konten tidak pantas di internet. Hal ini semakin menggarisbawahi pentingnya kebijakan progresif yang mengutamakan keamanan digital anak-anak.
Mewujudkan Ekosistem Digital yang Aman dan Sehat
Mengikuti jejak negara-negara maju seperti Australia dan Uni Eropa, Menkomdigi menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan langkah penting untuk memastikan Indonesia tidak tertinggal dalam hal perlindungan dunia digital.
“Indonesia tidak boleh tertinggal. Dengan SAMAN, kita mengambil langkah besar dalam melindungi masyarakat dari bahaya konten negatif,” ungkap Meutya.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih aman, sehat, dan berdaya saing, sekaligus menjadi sinyal tegas bahwa Pemerintah tidak akan berkompromi terhadap ancaman yang membahayakan generasi muda dalam dunia maya.
Pemerintah berkomitmen untuk terus memperkuat pengawasan dan penegakan hukum agar platform digital bisa lebih bertanggung jawab dalam menjaga ruang digital yang aman bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya anak-anak.