TBDC – Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Sukamto Koesnoe, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, menegaskan bahwa mencukupi kebutuhan karbohidrat tidak harus selalu melalui nasi.
Kebiasaan masyarakat Indonesia yang menganggap “belum makan kalau belum makan nasi” perlu diluruskan, karena ada berbagai pilihan sumber karbohidrat sehat yang dapat dijadikan alternatif.
“Kebiasaan makan nasi sebagai makanan pokok memang sudah sangat tertanam, namun sebenarnya ada banyak pilihan lain yang bisa memenuhi kebutuhan karbohidrat kita, bahkan bisa lebih bervariasi dan bergizi,” ujar Dr. Sukamto dalam wawancara yang diadakan di Jakarta pada Kamis (13/2).
Menurut Dr. Sukamto, konsumsi berbagai jenis karbohidrat tidak hanya menjadikan menu harian lebih menarik, tetapi juga lebih bergizi.
“Setiap jenis pangan memiliki kandungan nutrisi yang unik. Semakin beragam makanan yang kita konsumsi, semakin lengkap pula asupan nutrisi yang kita dapatkan,” lanjutnya.
Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia memiliki beragam pilihan karbohidrat lokal yang dapat menjadi pengganti nasi. Beberapa di antaranya adalah singkong, ubi jalar, jagung, dan sagu, yang telah lama menjadi makanan pokok di berbagai daerah.
“Selain itu, alternatif sehat lainnya termasuk umbi-umbian seperti singkong dan talas, serealia seperti jagung, oatmeal, quinoa, roti gandum utuh, kentang, serta mie berbahan gandum utuh,” terang Dr. Sukamto.
Dr. Sukamto juga menekankan pentingnya memilih karbohidrat kompleks yang kaya serat, karena jenis karbohidrat ini tidak hanya membantu mengontrol gula darah, tetapi juga memberikan rasa kenyang lebih lama.
“Karbohidrat kompleks, seperti yang ditemukan pada ubi jalar dan jagung, tidak hanya bergizi, tetapi juga berperan dalam menjaga kesehatan pencernaan,” tambahnya.
Contohnya, ubi jalar ungu yang kaya akan antioksidan dapat memberikan perlindungan terhadap radikal bebas, sementara jagung merupakan sumber serat dan protein yang sangat baik.
Bahkan, kentang, yang sering dianggap sebagai makanan yang ‘gemukkan’, sebenarnya mengandung kalium dan vitamin C yang sangat penting untuk tubuh, terutama jika diolah dengan cara yang sehat.
Untuk membantu mengurangi ketergantungan pada nasi, Dr. Sukamto menyarankan untuk melakukan substitusi bertahap.
“Cobalah mengganti nasi dengan kentang kukus atau ubi rebus sekali atau dua kali seminggu. Proses transisi bertahap ini penting agar tubuh bisa beradaptasi dengan perubahan pola makan,” ungkapnya.
Selain itu, metode memasak yang sehat juga menjadi faktor penting. Dr. Sukamto menyarankan untuk menghindari makanan yang digoreng secara berlebihan dan lebih memilih cara memasak seperti mengukus, merebus, atau memanggang.
“Metode memasak yang sehat ini lebih baik karena dapat mempertahankan kandungan nutrisi dalam makanan tanpa menambah kalori berlebih,” jelasnya.
Dalam pola makan yang seimbang, Dr. Sukamto menekankan pentingnya kombinasi karbohidrat dengan protein dan sayuran.
“Jangan lupa untuk memperhatikan porsi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kebutuhan setiap orang berbeda-beda, tergantung pada tingkat aktivitas fisik dan kondisi kesehatan. Mendengarkan sinyal kenyang dari tubuh dan tidak memaksakan diri untuk menghabiskan makanan adalah hal yang sangat penting,” tutupnya.
Dengan menerapkan pola makan yang lebih beragam dan sehat, masyarakat dapat menikmati manfaat kesehatan yang lebih besar, sekaligus menjaga keseimbangan tubuh dengan cara yang lebih menyenangkan dan bergizi.