TBDC – Peletakan batu pertama untuk pembangunan Bendungan Kusan di Kecamatan Teluk Kepayang, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang awalnya direncanakan pada Januari 2025, hingga kini masih belum terwujud.
Sejumlah kendala, terutama terkait dengan perizinan dan tumpang tindih lahan, telah menghambat kelancaran proyek yang sangat dinantikan ini.
Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu sebelumnya telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT Guang Yin New Energy Indonesia pada 23 Juli 2024. MoU tersebut menjadi langkah awal dari kolaborasi antara pemerintah daerah dan investor untuk membangun Bendungan Kusan sekaligus Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kusan, dengan nilai proyek yang diperkirakan mencapai Rp2,7 triliun.
MoU ini diharapkan menjadi dasar kuat bagi kelanjutan proyek, namun realisasinya masih terhambat oleh berbagai faktor teknis.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Tanah Bumbu, Andrianto Wicaksono, menegaskan bahwa proyek ini belum dibatalkan, melainkan masih dalam tahap penyelesaian administrasi dan teknis.
“Salah satu kendala utama saat ini adalah belum selesainya pengurusan Nomor Induk Berusaha (NIB) oleh investor, yang diperkirakan baru akan selesai pada Desember 2024,” jelas Andrianto.
Untuk mempercepat proses ini, Pemkab Tanah Bumbu telah berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), yang diharapkan dapat segera menyelesaikan masalah administrasi tersebut.
Selain perizinan, proyek ini juga menghadapi tantangan besar dalam hal pengelolaan lahan. Sebagian wilayah yang direncanakan untuk dibendung berada di kawasan hutan lindung dan hutan produksi.
Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu saat ini masih melakukan pengukuran lahan di lokasi tersebut. Andrianto menjelaskan, “Nanti setelah pengukuran selesai, akan ada proses ganti rugi untuk penggunaan lahan yang terdampak.”
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 469 Tahun 2024 memberikan izin kepada Pemkab Tanah Bumbu untuk memanfaatkan sekitar 2.014,24 hektare kawasan hutan untuk pembangunan bendungan. Namun, pemanfaatan kawasan hutan ini harus disertai dengan kewajiban mengganti biaya investasi kepada PT Inni Joa, pemegang izin pemanfaatan hutan di area terdampak.
Jika terjadi ketidaksepakatan mengenai nilai ganti rugi, maka penetapan nilai tersebut akan dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, dan pembayaran harus diselesaikan dalam waktu satu tahun setelah nilai ditetapkan.
Selain persoalan perizinan dan pengelolaan lahan, proyek Bendungan Kusan juga menghadapi kendala tumpang tindih lahan dengan PT Pelsart Tambang Kencana, sebuah perusahaan tambang emas yang berencana beroperasi di sekitar kawasan bendungan.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemkab Tanah Bumbu telah meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk meninjau kembali Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang ada di lokasi tersebut.
Andrianto menambahkan, “Jika nantinya ada pengeboran atau penambangan emas yang dilakukan, dikhawatirkan dapat memengaruhi stabilitas kekuatan bendungan.” Oleh karena itu, pemkab meminta agar aktivitas pertambangan tidak dilakukan di sekitar kawasan bendungan yang dapat membahayakan keselamatan dan kelangsungan proyek.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mendukung penuh pembangunan Bendungan Kusan, karena proyek ini dipandang akan memberikan manfaat strategis bagi daerah. Pemprov menegaskan bahwa tidak boleh ada aktivitas lain yang beroperasi di atas kawasan bendungan.
Meskipun demikian, karena izin tambang emas berada di bawah kewenangan kementerian, pemerintah daerah tidak dapat mengambil keputusan sepihak terkait masalah ini.
“Kami sudah mengajukan keberatan kepada kementerian terkait,” pungkas Andrianto. Dengan segala upaya yang terus dilakukan, diharapkan proyek Bendungan Kusan dapat segera dilaksanakan dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat serta pembangunan daerah di Kabupaten Tanah Bumbu.