TBDC – Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan 13 gubernur atau perwakilannya serta Wakil Menteri Dalam Negeri, Ribka Haluk, guna membahas berbagai isu strategis, termasuk pengawasan atas dana transfer pusat ke daerah, kinerja BUMD dan BLUD, serta pengelolaan kepegawaian di daerah.
Rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/2025) ini merupakan bagian dari rangkaian rapat kerja selama tiga hari berturut-turut yang telah dijadwalkan sejak Senin, dengan tujuan mengundang seluruh 38 gubernur di Indonesia.
“Komisi II DPR RI pada periode ini sangat concern menjalankan fungsi pengawasan terhadap seluruh dana transfer pusat ke daerah,” ujar Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda saat membuka rapat.
Ia menegaskan bahwa dana transfer pusat ke daerah pada dasarnya bersumber dari APBN, sehingga menjadi kewajiban konstitusional Komisi II untuk memastikan dana tersebut dikelola secara akuntabel dan tepat sasaran.
“Kami menyadari bahwa lebih dari 70 persen provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia sangat bergantung pada dana dari pusat. Ini bukan sekadar dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), atau dana insentif daerah, tetapi seluruhnya adalah bagian dari APBN yang perlu diawasi bersama,” jelasnya.
Rifqi menambahkan, pengawasan ini juga menjadi bagian dari proses evaluasi yang nantinya akan mendukung fungsi budgeting DPR RI dalam menyusun formula transfer fiskal yang lebih adil dan berbasis kebutuhan nyata di lapangan.
Selain itu, Komisi II juga mengangkat persoalan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Rifqi menyoroti adanya penyertaan modal yang terus diberikan oleh APBD kepada sejumlah BUMD, namun tidak diimbangi dengan kontribusi atau profit yang signifikan bagi daerah.
“Di beberapa daerah, BUMD menerima penyertaan modal tiap tahun hanya untuk menutup biaya operasional, tanpa menghasilkan laba atau dampak ekonomi yang jelas,” ungkapnya.
Isu lain yang turut dibahas adalah terkait pengelolaan kepegawaian dan reformasi birokrasi, khususnya dalam konteks penyelesaian status tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Ini merupakan pekerjaan rumah bersama yang mendesak. Namun, di sisi lain, UU Perimbangan Keuangan membatasi belanja pegawai maksimal 30 persen dari total APBD. Akibatnya, tidak semua daerah memiliki ruang fiskal yang cukup,” ujarnya.
Rifqi menambahkan, aspirasi dari daerah terkait masalah tersebut akan menjadi bahan masukan penting dalam penyusunan program legislasi nasional, termasuk kemungkinan revisi terhadap Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Rapat tersebut dihadiri oleh gubernur dan perwakilan dari 13 provinsi, yakni DKI Jakarta, Riau, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Papua, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Papua Pegunungan.
“Hari ini merupakan hari terakhir dari rangkaian tiga hari rapat yang kami dedikasikan untuk mendengar langsung persoalan dan aspirasi dari seluruh daerah, dalam rangka memperkuat sinergi pusat dan daerah demi pembangunan yang merata,” pungkas Rifqi.