TBDC – Di tengah hamparan tambak yang membentang sejauh mata memandang, Desa Persiapan Sungai Dua-Gunung Meranti (Tajur), Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, menyimpan kisah perjuangan dan harapan.
Terletak berdampingan dengan Desa Gunung Besar, wilayah ini dihuni oleh lebih dari 100 kepala keluarga, mayoritas berasal dari suku Bugis-Makassar—masyarakat perantau yang telah lama dikenal sebagai pelaut dan petambak ulung.
Sejak beberapa tahun terakhir, aktivitas budidaya udang, ikan, dan kepiting telah menjadi nadi utama penghidupan masyarakat. “Tambak di sini mungkin yang paling luas se-Kabupaten Tanah Bumbu,” ujar H. Jamaluddin, tokoh masyarakat setempat.
Ia menyebut, komoditas yang dibudidayakan sangat beragam, mulai dari udang windu (tiger), udang putih, ikan bandeng, kakap, hingga kepiting bakau. Hasil panen yang stabil menjadi bukti potensi ekonomi kawasan ini, meskipun belum sepenuhnya tersentuh kemajuan infrastruktur.
Meskipun kawasan ini baru memiliki satu Rukun Tetangga (RT), geliat pembangunan dan aktivitas ekonomi cukup mencolok. Banyak rumah permanen yang telah berdiri dengan kokoh, menandakan kestabilan ekonomi masyarakat dari sektor perikanan tambak.
Namun, permasalahan klasik masih menghantui. “Kalau musim hujan, jalan tanah jadi berlumpur dan sulit dilalui. Saat panen, distribusi hasil tambak jadi tersendat,” keluh H. Jamaluddin. Kondisi ini menjadi penghambat utama bagi para petambak dalam mengakses pasar yang lebih luas.
Meski demikian, secercah harapan mulai terlihat seiring dengan hadirnya sentuhan pembangunan. Penerangan Jalan Umum (PJU) kini telah terpasang, jaringan listrik PLN telah menjangkau sebagian besar rumah warga, dan sebuah Sekolah Dasar berdiri sebagai simbol komitmen pemerintah daerah dalam mendukung pendidikan dasar. Langkah kecil namun penting ini menjadi fondasi bagi tumbuhnya desa yang mandiri dan produktif.
Lebih menarik lagi, masyarakat mulai melirik potensi baru yang tak kalah menjanjikan: budidaya rumput laut jenis Gracilaria, atau yang akrab disebut sogo-sogo.
“Di Sulawesi Selatan, banyak perempuan yang menggantungkan hidup dari pengelolaan rumput laut ini. Sekali tanam, bisa panen berkali-kali,” jelas H. Jamaluddin.
Ia optimistis bahwa Gracilaria akan menjadi komoditas unggulan baru karena bernilai ekonomis tinggi dan memiliki pasar luas, terutama untuk kebutuhan industri agar-agar dan farmasi.
“Kami butuh dukungan. Gudang pengolahan, pabrik kecil, dan akses transportasi adalah hal mendesak yang diperlukan agar sogo-sogo bisa berkembang dan memberi manfaat nyata bagi warga,” tambahnya.
Mihdan, tokoh masyarakat lainnya, menyoroti kemajuan lain di sektor tambak, yakni sistem pengairan yang telah ditingkatkan. “Ribuan pintu air otomatis telah kami pasang. Ini membuat proses budidaya lebih efisien dan hasilnya meningkat,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Sungai Dua-Gunung Meranti kini telah menjadi salah satu pusat ekonomi mikro yang penting di wilayah Desa Persiapan Gunung Meranti (Tajur).
Kawasan ini tidak hanya menggambarkan kemandirian warga, tetapi juga potret bagaimana semangat dan kerja keras dapat mengubah keterbatasan menjadi peluang. Harapan masyarakat kini tertuju pada pemerintah daerah maupun pusat: agar pembangunan infrastruktur, terutama akses jalan, dapat segera direalisasikan, dan dukungan terhadap inovasi komoditas baru seperti Gracilaria tidak berhenti sebatas wacana.
Jika dukungan tepat sasaran dapat diwujudkan, Sungai Dua-Gunung Meranti berpotensi menjadi ikon pengembangan kawasan berbasis tambak modern di Kabupaten Tanah Bumbu—sebuah pusat perikanan, pertanian pesisir, sekaligus contoh keberhasilan kolaborasi antara kearifan lokal dan arah pembangunan nasional.