TBDC – Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menyampaikan bahwa nilai ekspor produk industri minyak atsiri Indonesia pada tahun 2024 mencapai Rp4,2 triliun atau setara dengan 259,54 juta dolar AS. Angka ini menandai capaian tertinggi dalam lima tahun terakhir, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai eksportir minyak atsiri terbesar kedelapan di dunia.
“Capaian ini merupakan hasil nyata dari potensi besar yang dimiliki Indonesia dalam subsektor minyak atsiri, baik dari sisi sumber daya alam, keanekaragaman hayati, maupun kompetensi pelaku industri dalam negeri,” ujar Faisol dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat
Ia menjelaskan bahwa ekspor minyak atsiri Indonesia selama periode 2019–2024 menunjukkan tren yang fluktuatif, namun secara keseluruhan mengarah pada peningkatan positif. Negara-negara tujuan utama ekspor dalam periode tersebut antara lain India, Amerika Serikat, China, Singapura, dan Prancis.
“Minyak atsiri bukan hanya komoditas ekspor bernilai tinggi, tetapi juga merupakan subsektor strategis berbasis hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan tanaman aromatik yang mendukung berbagai sektor, mulai dari pertanian, perkebunan, farmasi, kosmetik hingga industri makanan dan minuman,” tambahnya.
Menurut Faisol, meskipun potensinya besar, industri minyak atsiri nasional masih menghadapi sejumlah tantangan mendasar. Di antaranya adalah keterbatasan bahan baku berkelanjutan, kurangnya diversifikasi produk hilir, keterbatasan teknologi pengolahan, dan hambatan akses pasar global.
“Oleh karena itu, perlu dibangun sinergi yang kuat antara pemerintah, pelaku industri, akademisi, serta masyarakat. Kolaborasi ini menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem industri atsiri yang inklusif, adaptif, dan mampu bersaing di pasar global,” tegasnya.
Pemerintah, lanjut Faisol, tengah mendorong sejumlah kebijakan strategis, antara lain: memperkuat jaminan ketersediaan bahan baku; meningkatkan kapasitas produksi dan mutu produk; memperluas akses pasar dalam dan luar negeri; serta mendorong investasi melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif.
“Tak kalah penting, kami juga fokus pada diversifikasi produk hilir melalui inovasi dan pengembangan nilai tambah, agar tercipta produk-produk kreatif dan berdaya saing tinggi yang berbasis kekayaan hayati Indonesia,” ujarnya.
Senada dengan itu, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menyatakan bahwa pemerintah terus berkomitmen mendukung penguatan industri hilir minyak atsiri. Salah satunya diwujudkan melalui pembentukan Pusat Flavor and Fragrance (PFF) di Bali dan Sumatera Barat.
“PFF ini diharapkan menjadi katalis dalam memperkuat riset, inovasi, serta hilirisasi industri minyak atsiri nasional, sehingga tidak hanya mengekspor bahan mentah, tapi juga mampu menghasilkan produk dengan nilai tambah tinggi,” jelas Putu.
Dengan langkah-langkah tersebut, pemerintah berharap industri minyak atsiri Indonesia dapat tumbuh berkelanjutan dan menjadi pilar penting dalam pengembangan industri berbasis sumber daya alam di masa depan.