TDBC – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Puan Maharani, menandatangani komitmen dukungan untuk anak-anak yang menjadi korban konflik bersenjata di Gaza dan Ukraina, serta mengajak masyarakat dunia untuk berpartisipasi dalam mendukung hak-hak anak agar terbebas dari dampak perang.
Penandatanganan komitmen tersebut dilakukan dalam rangkaian kunjungannya ke Italia, saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Hak Anak, pada Minggu (2/2) waktu setempat.
“Penting untuk mengeksplorasi pendekatan-pendekatan inovatif yang dapat memperkuat perlindungan hak-hak anak dan menciptakan dunia yang lebih aman bagi mereka,” ujar Puan dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta pada Senin (3/2).
Dalam kesempatan itu, Puan menegaskan bahwa perang merupakan pelanggaran terbesar terhadap hak-hak anak, dan sudah seharusnya seluruh dunia bersatu untuk mengatasi dampak buruknya terhadap generasi masa depan.
Pentingnya Zona Aman dan Peran Organisasi Kemanusiaan Internasional
Menurut Puan, konflik bersenjata tidak hanya mengakibatkan hilangnya nyawa dan kehancuran harta benda, tetapi juga memengaruhi kehidupan anak-anak yang menjadi korban.
Anak-anak dalam daerah konflik seringkali digusur dari rumah mereka, direkrut untuk menjadi tentara, dan terluka dalam situasi yang semakin mengkhawatirkan.
Untuk itu, dia menekankan pentingnya menciptakan zona aman di daerah konflik yang dapat diakses oleh anak-anak, dengan dukungan penuh dari organisasi kemanusiaan internasional.
“Penting untuk menciptakan ruang-ruang aman bagi anak-anak di tengah kekacauan perang. Bantuan kemanusiaan tradisional meskipun sangat dibutuhkan, tetapi itu saja tidak cukup. Kita harus mengambil langkah lebih jauh untuk memastikan perlindungan anak di daerah-daerah konflik,” tegas Puan.
Mengintegrasikan Perlindungan Anak dalam Lembaga Keagamaan dan Budaya
Puan mengungkapkan bahwa di era yang penuh ketegangan geopolitik seperti yang terjadi di Gaza dan Ukraina, langkah-langkah perlindungan anak harus diintegrasikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk lembaga-lembaga keagamaan dan budaya.
Hal ini penting agar pendekatan yang lebih komprehensif dapat memberikan perlindungan yang lebih efektif bagi anak-anak yang menjadi korban perang.
“Selain bantuan kemanusiaan, kita juga harus mengintegrasikan program perlindungan anak dalam lembaga-lembaga keagamaan dan budaya, yang bisa memberikan ruang aman bagi mereka,” tambah Puan.
Pendidikan dan Rehabilitasi sebagai Solusi Jangka Panjang
Dalam kesempatan tersebut, Puan juga menyampaikan pentingnya investasi dalam program rehabilitasi anak-anak yang terlibat dalam konflik, terutama mereka yang dijadikan tentara di usia dini.
Menurutnya, anak-anak yang terpaksa terlibat dalam peperangan bukanlah penjahat, melainkan korban yang harus dibantu untuk kembali ke masyarakat dengan melalui program-program rehabilitasi yang efektif.
“Anak-anak yang terlibat dalam peperangan harus dilihat sebagai korban, bukan penjahat. Kita harus berinvestasi dalam program rehabilitasi yang membantu mereka untuk kembali berintegrasi dengan masyarakat,” tegasnya.
Selain rehabilitasi, Puan juga menyebutkan bahwa pendidikan merupakan sarana yang paling ampuh untuk memberdayakan anak-anak, terutama dalam mengatasi masalah eksploitasi dan kemiskinan yang masih menghantui banyak anak-anak di seluruh dunia.
“Pendidikan adalah kunci utama dalam memberdayakan anak-anak, untuk melawan kemiskinan dan eksploitasi, serta mempersiapkan mereka untuk masa depan yang lebih baik. Dukungan dan komitmen kita semua sangat penting, terutama karena pendidikan tradisional sering kali gagal untuk menjangkau anak-anak yang paling terpinggirkan, seperti mereka yang berada di zona perang, daerah pedesaan, dan kamp pengungsi,” ujar Puan.
Mengunjungi Anak Penyintas Perang
Setelah menandatangani komitmen tersebut, Puan Maharani juga mengunjungi beberapa anak yang menjadi korban atau penyintas perang, salah satunya adalah Roman Oleksiv, seorang anak dari Ukraina yang selamat dari perang.
Pertemuan ini mengingatkan semua pihak akan pentingnya upaya untuk memulihkan dan memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak yang terdampak konflik.
Puan menutup pernyataannya dengan harapan agar dunia dapat bersatu dan berkomitmen untuk melindungi hak-hak anak, agar mereka dapat hidup dalam damai dan berkembang tanpa ancaman perang.
“Kita semua memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi hak-hak anak di seluruh dunia, dan bersama-sama kita dapat menciptakan dunia yang lebih aman dan penuh harapan bagi generasi mendatang,” pungkasnya.
Langkah Puan ini tidak hanya menunjukkan komitmen Indonesia dalam memperjuangkan hak-hak anak di panggung internasional, tetapi juga mengingatkan pentingnya kolaborasi global untuk mengatasi dampak buruk perang terhadap anak-anak.