Presiden Prabowo Menilai Teror terhadap Tempo Sebagai Upaya Adu Domba

TBDC – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengungkapkan keprihatinannya atas aksi teror terhadap redaksi Tempo yang terjadi baru-baru ini. Menurut Presiden, tindakan teror tersebut merupakan bagian dari upaya pihak-pihak tertentu untuk mengadu domba dan menciptakan suasana yang tidak kondusif di Indonesia.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan tujuh jurnalis, yang disiarkan oleh TVRI pada Selasa (8/4), Prabowo menyatakan bahwa serangan terhadap Tempo bertujuan untuk menebar ketegangan dan merusak keharmonisan. “Saya kira yang melakukan itu ingin mengadu domba, ingin menciptakan suasana yang tidak baik,” ungkap Prabowo, menjawab pertanyaan Pemimpin Redaksi (Pemred) Detik.com, Alfito Deannova Gintings, saat wawancara di perpustakaan pribadi kediamannya di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (6/4).

Teror yang diterima oleh Tempo pada 20 Maret 2025 ini berupa pengiriman kepala babi oleh orang tidak dikenal, yang kemudian disusul oleh kiriman tikus-tikus tanpa kepala. Aksi tersebut langsung memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan jurnalis, aktivis, serta komunitas pers.

Ketika ditanya tentang respons Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, yang menyebut “Dimasak saja” saat ditanya mengenai teror kepala babi tersebut, Presiden Prabowo menilai pernyataan itu sebagai sebuah kekeliruan. “Itu ucapan yang menurut saya teledor. Itu ya keliru itu. Saya kira beliau menyesal,” ujar Prabowo, merujuk pada pernyataan yang telah menuai kontroversi itu.

Hasan Nasbi kemudian menjelaskan bahwa maksud dari komentar tersebut adalah untuk mengurangi ketakutan yang mungkin ditimbulkan oleh pelaku teror, agar tujuan teror itu tidak tercapai. Namun, penjelasan itu tampaknya tidak cukup meredakan reaksi publik yang menilai respons tersebut kurang sensitif dan tidak sesuai dengan semangat kebijakan pemerintah yang mengedepankan rasa aman dan hormat terhadap profesi jurnalistik.

Presiden Prabowo juga menyampaikan bahwa pihak kepolisian, dalam hal ini Bareskrim Polri dan penyidik dari Polda Metro Jaya, sedang menyelidiki kasus tersebut dengan serius. Proses penyelidikan sudah mencakup olah tempat kejadian perkara (TKP) dan pengumpulan bukti, termasuk rekaman CCTV di sekitar lokasi kejadian.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden juga menyinggung gaya komunikasi jajarannya yang seringkali memicu reaksi publik. Ia menyadari bahwa beberapa anggota Kabinet Merah Putih mungkin masih kurang waspada dan berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan. “Banyak yang baru, jadi mungkin kurang waspada, kurang hati-hati, dalam mengucap,” terang Presiden Prabowo, merujuk pada beberapa pejabat yang baru bergabung dengan pemerintahan.

Presiden juga menyatakan bahwa meskipun para pejabat tersebut memiliki niat baik, mereka mungkin belum sepenuhnya menyadari dampak dari komunikasi yang mereka sampaikan, baik di media maupun di ruang publik. Hal ini menjadi catatan penting bagi pemerintahan Prabowo untuk lebih berhati-hati dalam setiap komunikasi yang dilakukan, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau ketegangan yang tidak perlu.

Sebagai langkah ke depan, Presiden Prabowo menegaskan pentingnya menjaga keharmonisan dan kesatuan dalam masyarakat, serta menghormati kebebasan pers sebagai pilar demokrasi. Ia menutup wawancara dengan menyatakan komitmennya untuk terus memastikan bahwa kebebasan berpendapat dan kebebasan pers dapat terlindungi dengan baik di Indonesia.