Komisi II DPR Fokus Sempurnakan Naskah Akademik RUU ASN, Tegaskan Pentingnya Asas Otonomi Daerah

TBDC – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) saat ini masih berada dalam tahap penyempurnaan naskah akademik oleh Badan Keahlian DPR RI. Proses ini dilakukan secara cermat dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk para akademisi, pakar kebijakan publik, hingga profesional di bidang kepegawaian negara.

“Draf RUU ASN masih berada di Badan Keahlian DPR dan kini sedang dalam proses penyempurnaan. Tim Badan Keahlian sedang bekerja dengan mengundang pakar, akademisi, serta profesional untuk memastikan substansi naskah akademik benar-benar matang dan komprehensif,” ujar Zulfikar kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/4/2025).

Ia menjelaskan bahwa salah satu langkah penting dalam proses penyusunan RUU tersebut adalah pelaksanaan forum dengar pendapat publik (public hearing) guna menggali perspektif dari berbagai kalangan terhadap perubahan yang akan dilakukan terhadap Undang-Undang ASN. Menurutnya, naskah akademik harus memuat argumentasi filosofis, yuridis, dan sosiologis yang kuat untuk menjawab kebutuhan reformasi birokrasi secara menyeluruh.

“Badan Keahlian kami minta untuk betul-betul menyusun naskah akademik dengan baik. Setiap perubahan dalam undang-undang ini harus mencerminkan urgensi perubahan secara filosofis, sosiologis, dan tentu yuridis,” tegasnya.

Dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, Komisi II DPR RI mendapatkan mandat dari Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk menjadi pengusul awal (inisiator) dari revisi Undang-Undang ASN. Salah satu isu krusial yang menjadi perhatian dalam revisi tersebut adalah terkait kewenangan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat pimpinan tinggi pratama dan madya.

Zulfikar mengungkapkan bahwa ada usulan dalam draf awal yang memberi kewenangan langsung kepada presiden untuk mengambil keputusan dalam penempatan pejabat tinggi pratama dan madya. Namun, ia menyatakan tidak sepakat terhadap usulan itu karena dinilai bertentangan dengan semangat otonomi daerah.

“Negara kita memang negara kesatuan, tetapi menganut prinsip desentralisasi. Kita memiliki asas otonomi yang harus dijaga, artinya kewenangan yang sifatnya teknokratis di daerah seharusnya tetap didelegasikan ke daerah, bukan ditarik ke pusat,” katanya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa saat ini Komisi II DPR RI tidak sedang membahas revisi Undang-Undang Pemilu, melainkan memfokuskan seluruh energi dan sumber daya pada pembahasan revisi Undang-Undang ASN, sebagaimana tertuang dalam Prolegnas 2025.

“Fokus kami di Komisi II tahun ini adalah RUU ASN, sesuai dengan agenda prioritas Prolegnas. Revisi ini menjadi penting karena menyangkut tata kelola manajemen ASN yang profesional, netral, dan berintegritas,” ucapnya.

Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN terakhir kali direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023. Revisi yang sedang disiapkan ini diharapkan mampu menjawab tantangan birokrasi modern dan memperkuat reformasi kelembagaan aparatur sipil negara di Indonesia.