TBDC – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan Instruksi Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang mengimbau masyarakat untuk memiliki rekening perbankan sebagai langkah untuk mencapai keuangan yang inklusif dan meningkatkan partisipasi ekonomi masyarakat di seluruh Indonesia.
Dalam keterangannya pada Sabtu (23/3) di Jakarta, Airlangga mengungkapkan bahwa sekitar 89 persen penduduk Indonesia kini telah memiliki fasilitas perbankan, meskipun terdapat beberapa daerah seperti Maluku Utara dan Halmahera yang masih memiliki tingkat inklusi keuangan yang rendah.
Pemerintah berkomitmen untuk mendorong lebih lanjut program literasi keuangan agar masyarakat dapat memanfaatkan rekening bank dengan bijak, memahami risiko investasi, dan mengoptimalkan manfaat dari fasilitas perbankan yang ada.
Untuk itu, pemerintah telah membentuk Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI), yang diketuai langsung oleh Presiden, untuk mempercepat implementasi inklusi keuangan di Indonesia.
Selain itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) turut memiliki peran strategis dalam meningkatkan literasi keuangan, baik bagi masyarakat umum maupun sektor UMKM.
Melalui kebijakan dan regulasi yang mendukung serta penerapan infrastruktur teknologi informasi keuangan yang tepat, diharapkan DNKI dapat memperluas cakupan layanan keuangan, termasuk dalam sektor pelayanan keuangan pemerintah. Salah satu bentuk implementasi tersebut adalah program elektronifikasi bantuan dan subsidi pemerintah, yang menyasar masyarakat berpenghasilan rendah.
Airlangga menjelaskan bahwa kelompok sasaran inklusi keuangan meliputi pelaku UMKM, masyarakat berpenghasilan rendah, pelajar, mahasiswa, santri, pemuda, pekerja migran, serta penyandang masalah kesejahteraan sosial, mantan narapidana, anak terlantar, disabilitas, kelompok masyarakat di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), dan kelompok perempuan.
Sinergi yang terjalin antara kementerian dan lembaga (K/L) anggota DNKI diharapkan dapat meningkatkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia.
Sebagai contoh, pada 2023, tingkat inklusi keuangan di Indonesia telah mencapai 88,7 persen untuk penggunaan akun dan 76,3 persen untuk kepemilikan akun. Target pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah untuk meningkatkan penggunaan akun ke 91 persen pada 2025 dan 93 persen pada 2029.
Meskipun terdapat kemajuan yang signifikan, seperti peningkatan literasi keuangan yang mencapai 65,4 persen pada 2023 (terus meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 49,7 persen), Airlangga mengungkapkan bahwa masih terdapat kesenjangan sosial-ekonomi yang menghambat akses terhadap layanan keuangan formal, terutama di daerah pedesaan.
Namun, upaya ini masih berlanjut melalui pengintegrasian berbagai data sosial dan ekonomi dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yang bertujuan untuk menciptakan data yang lebih akurat dan tepat sasaran dalam pendataan sosial dan ekonomi nasional.
DTSEN menggabungkan berbagai pangkalan data penting, seperti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan Data Penerima Program Keluarga Harapan (P3KE), yang mencakup penerima berbagai bantuan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan sembako, dan Kartu Prakerja.
Dengan menggunakan DTSEN, pemerintah dapat melakukan pendataan lebih tepat dan memonitor aliran bantuan sosial secara lebih efektif, termasuk dalam penyelenggaraan sistem pembayaran digital. Selain itu, DTSEN juga digunakan untuk memantau lalu lintas devisa dan meningkatkan kepatuhan pajak melalui basis data yang terintegrasi.
Pada 3 Februari 2025, Indonesia tercatat memiliki sekitar 93 juta keluarga dan 285,5 juta penduduk, yang menjadikan DTSEN sebagai alat yang sangat penting untuk mengoptimalkan penyaluran bantuan sosial dan mengukur efektivitas kebijakan inklusi keuangan di masa depan.
Dengan pendekatan yang lebih terintegrasi dan berbasis data yang akurat, pemerintah berharap inklusi keuangan dapat terus berkembang dan memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang selama ini kurang terjangkau oleh layanan keuangan formal.