Anggrek Liar Meratus Terungkap, Habitat Alami Terdesak Aktivitas Industri

Facebook
Twitter
WhatsApp

TBDC – Keanekaragaman anggrek liar di Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan, kembali terungkap melalui kegiatan konservasi dan pendataan yang dilakukan puluhan pegiat lingkungan pada akhir Oktober 2025. Sedikitnya delapan spesies anggrek berhasil diidentifikasi di jalur pendakian Gunung Haur Bunak, Desa Pa’au, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, sekaligus menunjukkan pentingnya kawasan Meratus sebagai habitat alami anggrek yang kini kian terancam.

Kegiatan konservasi ini diikuti 75 peserta dari berbagai organisasi pecinta alam se-Kalimantan Selatan yang dipelopori Mapala Sylva. Selama tiga hari dua malam, mereka menelusuri jalur pendakian sejauh 6,7 kilometer menuju Puncak Haur Bunak dengan medan licin, terjal, dan berkabut, serta risiko lintah darat khas hutan Meratus.

Anggota Mapala Sylva, Pahriansyah, mengatakan anggrek mulai ditemukan sejak pos awal pendakian, namun populasinya semakin banyak di pos-pos atas hingga mendekati puncak. “Dari pos satu menuju pos dua sudah terlihat, tetapi lebih dominan di pos tiga, empat, dan seterusnya sampai Puncak Haur Bunak,” ujarnya.

Identifikasi spesies dilakukan bersama UPT Tahura Sultan Adam. Perwakilannya, Isroni, mencatat sejumlah jenis anggrek seperti Dendrobium stuartii, Acriopsis liliifolia, Bulbophyllum lobbii, hingga Trichoglottis bipenicillata. Selain itu, ditemukan empat jenis anggrek yang belum teridentifikasi dan diduga berpotensi menjadi spesies baru.

Data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan mencatat sedikitnya 252 spesies anggrek alam tersebar di wilayah ini, dengan pusat sebaran terbesar berada di kawasan konservasi Pegunungan Meratus. Tiga di antaranya masuk kategori dilindungi nasional, yakni Paphiopedilum kolopakingii, Paphiopedilum liemianum, dan Paphiopedilum supardii.

Ketua DPD Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) Kalsel, Arinda Dian Susanti, menegaskan pentingnya kegiatan identifikasi di habitat alami. Menurutnya, sejumlah anggrek bahkan diduga telah hilang akibat kerusakan habitat dan perburuan. “Anggrek sangat sensitif dan bisa menjadi indikator awal gangguan ekosistem,” ujarnya.

Ancaman terhadap habitat anggrek kian nyata. WALHI Kalimantan Selatan mencatat deforestasi dan ekspansi izin tambang, perkebunan, serta hutan tanaman industri terus menekan kawasan Meratus. Kondisi ini berpotensi menghilangkan plasma nutfah anggrek sekaligus merusak keseimbangan ekosistem hutan hujan tropis di Kalimantan Selatan.

| Berita Terbaru